Sabtu, 14 November 2009

SUKU BADUY


SEDIKIT BELAJAR TENTANG KEBUDAYAAN BADUY


Masyarakat Baduy sejak dahulu memang selalu berpegang teguh kepada seluruh ketentuan maupun aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Pu’un (Kepala Adat – red). Kepatuhan tersebut menjadi alas an mutlak. Selain itu, didorong oleh keyakinan yang kuat, hampir keseluruhan masyarakat Baduy Luar maupun Baduy Dalam tidak pernah ada yang menentang atau menolak aturan yang diterapkan sang Pu’un.
Kehidupan mereka, hakekatnya, sama seperti layaknya kehidupan masyarakat lainnya. Hanya saja yang membedakannya adalah begitu banyak aturan tradisional yang terkesan kolot yang harus mereka patuhi.

Pernikahan
Pernikahan di Baduy beda dengan pernikahan dikota besar seperti Jakarta, pernikahan di Baduy biasanya selalu dijodohkan. Pernikahannya pun tidak gampang biasanya ada beberapa tahap untuk mencapai kata sepakat diantara kedua belah pihak. Tahap Pertama, orang tua lelaki harus melapor ke Jaro (sebutan Kepala Kampung). Dengan membawa daun sirih, buah pinang, gambir secukupnya. terus Tahap Kedua, selain membawa sirih, pinang dan gambir. Lamaran orang baduy juga dilengkapi dengan mas kawin seperti cicin yang terbuat dari baja putih, bukan emas. Tahap Ketiga, merpesiapkan juga alat-alat lain seperti kebutuhan rumah tangga, dll.

Hebatnya suku Baduy, mereka tak mengenal namanya poligami atau poliandri….hebatkan!! setia sama pasangan sampai akhir hayat.

Hukum di Tatanan Masyarakat Baduy
Baduy juga mengenal hukuman loh!!! bedannya sama dikota besar hukuman mereka nggak biasa dibayar. Karena mereka memang sangat mematuhi adat istiadat yang telah dibuat. Hukuman mereka diantaranya :
Hukuman ringan biasanya dalam bentuk pemanggilan sipelanggar aturan oleh Pu’un untuk diberikan peringatan. Yang termasuk ke dalam jenis pelanggaran ringan antara lain cekcok atau beradu-mulut antara dua atau lebih warga Baduy.

Hukuman Berat diperuntukkan bagi mereka yang melakukan pelanggaran berat. Pelaku pelanggaran yang mendapatkan hukuman ini dipanggil oleh Jaro setempat dan diberi peringatan. Selain mendapat peringatan berat, sipelanggar juga akan dimasukan ke dalam rumah tahanan adat selama 40 hari. Jika hampir bebas akan ditanya kembali apakah dirinya masih mau berada di Baduy Dalam atau akan keluar dan menjadi warga Baduy Luar di hadapan para Pu’un dan Jaro. Karena masyarakat Baduy Luar lebih longgar dalam menerapkan aturan adat dan ketentuan Baduy.

Rumah tahanan adat, sangat jelas berbeda dengan yang dikenal masyarakat umum di luar Baduy. Rumah Tahanan Adat Baduy berupa sebuah rumah Baduy biasa dan ada yang mengurus/menjaganya. Selama 40 hari biasanya sipelanggar masih bias melakukan kegiatan sehari-hari, hanya saja tetap dijaga sambil diberi nasehat, pelajaran adat, dan bimbingan. Uniknya, yang namanya hukuman berat disini adalah jika ada seseorang warga yang sampai mengeluarkan darah setetes pun sudah dianggap berat. Berzinah dan berpakaian ala orang kota
Perkampungan Baduy dihuni oleh komunitas yang selain kental dengan ketentuan adat, mereka juga murah senyum loh….!

Wilayah Baduy meliputi Cikeusik, Cibeo, dan Cikartawarna. Nama Baduy sendiri diambil dari nama sungai yang melewati wilayah itu sungai Cibaduy. Di desa ini tinggal suku Baduy Luar yang sudah banyak berbaur dengan masyarakat Sunda lainnya. Baduy luar atau biasanya mereka menyebutnya Urang Panamping. Cirinya, selalu berpakaian hitam. Umumnya orang Baduy luar sudah mengenal kebudayaan luar (diluar dari kebudayaan Baduy-nya sendiri) seperti bersekolah sehingga bisa membaca dan menulis, bisa berbahasa Indonesia. Mata pencaharian mereka bertani,dll.

Mereka juga bermata pencarian sebagai pembuat gula aren,karena memang disana banyak sekali pohon aren. Hasil pertanian mereka berupa beras bisanya mereka simpan di lumbung padinya yang ada di setiap desa. Selain beras mereka juga memabuat kerajinan tangan seperti tas koja yang bahannya terbuat dari kulit kayu yang di anyam.

Sedangkan suku Baduy Dalam tinggal di pedalaman hutan dan masih terisolir dan belum masuk kebudayaan luar. Kebudayaan mereka masih asli, dan sulit sekali masyarakat lainnya yang ingin masuk apalagi tinggal bersama suku Baduy Dalam. Selain itu tidak bisa sembarangan orang masuk ke wilayah suku Baduy Dalam. Selagi itu banyak larangan untuk masuk ke wilayah baduy dalam, seperti halnya dilarang membawa alat-alat kota misalnya kamera ato alat-alat elektronik lainnya.

Orang Baduy dalam terkenal teguh dalam tradisinya. Mereka selalu berpakaian warna putih dengan kain ikat kepala serta golok. Semua perlengkapan ini mereka buat sendiri dengan tangan. Pakaian mereka tidak berkerah dan berkancing, mereka juga tidak beralas kaki. Meraka pergi kemana-mana hanya berjalan kaki tanpa alas dan tidak pernah membawa uang, jadi mereka tidak pernah menggunakan kendaraan.

Ada semacam ketentuan tidak tertulis bahwa ras keturunan Mongoloid, Negroid dan Kaukasoid (ato dalam bukan orang baduy asli) tidak boleh masuk ke wilayah Baduy Dalam. Jika semua ketentuan adat ini di langgar maka akan kena getahnya yang disebut kuwalat atau pamali. Suku Baduy sendiri juga memiliki kepercayaan Sunda Wiwitan, huruf yang mereka kenal adalah Aksara Hanacara dan bahasa yang mereka pakai adalah bahasa Sunda.

Mereka tidak boleh mempergunakan peralatan atau sarana dari luar. Jadi bisa di bayangkan mereka hidup tanpa menggunakan listrik, uang, dan mereka tidak mengenal sekolahan. Salah satu contoh sarana yang mereka buat tanpa bantuan dari peralatan luar adalah Jembatan Bambu.

Jembatan ini dibuat tanpa menggunakan paku, untuk mengikat batang bambu mereka menggunakan ijuk, dan untuk menopang pondasi jembatan digunakan pohon-pohon besar yang tumbuh di tepi sungai. Hebatkan suku baduy selain mereka masih jauh dari kemajuan kota dan kolot tapi mereka sangat teguh memegang dan menjalankan peraturan yang telah dibuat oleh Pu’un..

Sumber : google

Twitter
Facebook

0 Comments:

Posting Komentar

Powered By Blogger

Alamat IP Anda

IP free counters Web Site Hit Counter
Bookmark and Share

Kurs Rupiah

 

Trust our Life Useful Copyright © 2010 LKart Theme Designed by wahyu